Sejumlah ilmuwan baru-baru ini menyimpulkan penelitian mereka. Tampaknya, teknologi game virtual reality yang digunakan oleh konsol game Nintendo Wii bisa juga dipakai di dunia medis.
Pada International Stroke Conference 2010 yang digelar oleh American Stroke Association, para pakar menunjukkan bahwa pasien stroke yang mengalami penurunan fungsi motor yang parah bisa mendapatkan keuntungan dari gerakan-gerakan menggunakan Wiimote, kontroler yang dipakai oleh Nintendo Wii.
Metode terapi ini disebut efektif dan aman bagi para korban stroke.
“Ini merupakan penelitian medis pertama yang menunjukkan bahwa virtual reality menggunakan teknologi gaming Wii sangat memungkinkan dan aman serta berpotensi efektif dalam memperbaiki fungsi motor setelah stroke,” kata Gustavo Saposnik, Research Unit Director St. Michael Hospital, seperti VIVAnews kutip dari ScienceDaily, 27 Februari 2010.
Meski demikian, Saposnik menyebutkan, penemuan ini perlu dikonfirmasikan kembali dalam sebuah uji coba klinis secara khusus.
Dari penelitian awal yang dilakukan, 20 pasien stroke dengan usia rata-rata 61 tahun dibagi ke dalam beberapa kelompok. Salah satu kelompok diminta memainkan permainan kartu, kelompok berikutnya memainkan permainan menumpukkan barang, dan kelompok terakhi memainkan Tennis atau Cooking Mama di Nintendo Wii.
Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Di waktu tersebut, dalam tiap sesi sepanjang 60 menit, pasien diminta memainkan game yang ditugaskan padanya secara intensif. Adapun penelitian dimulai sekitar dua bulan setelah pasien mengalami stroke.
“Virtual reality menggunakan konsep repetitif, tugas-tugas dengan intensitas tinggi, dan aktivitas spesifik yang mengaktikan syaraf tertentu yang terkait,” kata Saposnik. “Rehabilitasi yang efektif membutuhkan aplikasi dari prinsip-prinsip tersebut,” ucapnya.
Intinya, kata Saposnik, pihaknya menemukan bahwa pasien di kelompok yang memainkan Nintendo Wii mendapatkan perbaikan fungsi motor yang lebih tinggi, khususnya di kecepatan gerakan dan kekuatan memegang barang. “Meski demikian, saat ini masih terlalu awal untuk merekomendasikan pendekatan ini secara umum,” kata Saposnik. “Penelitian dengan skala lebih besar dengan pasien yang lebih bervariasi diperlukan dan saat ini sudah dilakukan,” ucapnya.
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar